Senja, dimana langit terik berwarna biru berubah menjadi
warna orange yang menawan. Senja, adalah fenomena alam yang terindah ciptaan
Tuhan. Setidaknya itu menurutku. Senja juga menyimpan sejuta kenangan manis dan
pahit bersama yang terkasih.
Hay, aku Delia Ashely, gadis berumur dua puluh satu tahun
yang sangan menyukai sekaligus membenci senja. Senja memiliki banyak arti
untukku. Dimana aku mengenal dia untuk
pertama kali, diamana dia menjadi yang pertama untukku, dimana aku harus
berakhir dengannya. Semua terjadi dikala senja.
Masih segar dalam ingatanku ketika pertama kali aku
mengenalnya satu tahun yang lalu. Kala itu di senja hari aku pulang dari acara
bakti sosial yang diselenggarakan oleh fakultasku. Aku melihatnya, dia yang sedang tertawa bersama
teman-temannya. Entah mengapa darahku berdesir ketika melihat senyumnya. Hal seperti
ini wajar terjadi, seperti kata teman-temanku. Aku jatuh cinta pada pandangan
pertama.
Cinta ? Apa definisi cinta ? Cairan endokrin yang
mengalir diotak yang menimbulkan rasa bahagia ? Ya. Mungkin dulu aku akan
berfikir seperti itu. Dua puluh tahun aku hidup di dunia ini, aku tak pernah
bernar-benar mengerti apa itu cinta. Tapi sekarang aku tahu, cinta adalah dia.
Di senja hari lagi aku bertemu dengannya, masih dalam
acara bakti sosial. Saat itu aku tak memiliki kendaraan untuk pulang kembali ke
rumah. Dan dengan ramahnya dia menawariku tumpangan. Satu langkah lagi untuk
semakin dekat dengannya. Dan sejak saat itu aku tahu namanya. Cintaku Ari.
Tak pernah terbayang olehku bahwa dia juga tertarik
padaku. Aku bahagia ketika dia bisa tersenyum karena lelucon konyolku. Atau dia
tertawa lepas ketika melihatku jengkel karena terus diganggu olehnya. Hidupku
terasa sempurna. Ketika kamu menyukai seseorang dan dia membalas perasaanmu,
pasti sangat bahagia kan ? Begitupun perasaanku. Dan di senja itu, aku menjadi
kekasihnya.
Tapi tak ku sangka, senja ternyata bisa menjadi mimpi
buruk. Aku selalu memuja senja dan berterima kasih kepada Tuhan yang telah
menciptakan fenomena seindah itu. Semua hal yang baik terjadi padaku dikala
senja. Kisah cintaku juga dimulai dikala senja. Tapi aku akan membenci senja di
hari itu. Hari dimana aku melihat Ari menggenggam tangan gadis lain dihadapanku.
Pada awalnya aku diam, aku hanya mengamati, sampai dimana dia akan terus membohongiku.
Tapi perasaan ini tak dapat dibohongi, aku selalu
berbicara pada diriku, aku tidak apa-apa. Tapi nyatanya aku akan menangis
setiap malam ketika Ari tak membalas pesanku atau mengangkat telepon dariku.
Hingga teman-temanku yang terus bertanya padaku apa aku telah mengakhiri kisah
cintaku dengan Ari karena dia terlihat selalu bersama gadis lain. Aku hanya
diam. Aku belum pernah memiliki kekasih sebelumnya, aku tak tahu bagaimana
harus bersikap. Aku hanya bisa menangis dibawah langit senja.
Lalu hari itu tiba, dimana aku harus menghadapi kenyataan
bahwa Ari mengakhiri hubungan cinta kami yang telah berjalan selama empat
bulan. Aku masih diam dan menerima, walau lagi-lagi aku harus menangis dalam
kesendirianku. Tapi Ari menuduhku bermain dibelakangnya, dia berkata bahwa aku
yang salah. Hubungan ini kandas karna salahku. Maka aku tak bisa diam lagi, aku
tak bisa menahan perasaan ini. Perasaan kecewa dan dikhianati. Pada akhirnya
ini menjadi kesalahanku, aku gelap mata.
Sudah tiga bulan sejak kejadian itu, aku terus menyesali
apa yang telah ku perbuat. Bagaikan film yang diputar ulang dalam otakku, aku
mengingat setiap makian yang aku keluarkan pada tubuh tak berdaya dihadapanku
kala itu. Aku menusuknya. Dengan pisau. Dengan tanganku. Dia meminta belas
kasihku. Dia menangis dan meminta ampun. Tapi aku malah terus memakinya. Aku
menyesal. Langit senja yang menjadi saksi atas kekejamanku. Seharusnya aku
sadar, tak seharusnya aku mencintai. Tak seharusnya mereka mencintaiku. Memang
aku harus hidup sendiri. Karena sedari dulu aku memang sendiri. Dan sekarang
akupun sendiri. Mendekam dalam jeruji besi.
Comments
Post a Comment